Rabu, 04 Desember 2013

Kau Akan Selalu Menjadi Sahabat


Pagi itu ayam mulai berkokok menandakan hari sudah pagi. Aku menggeliat di atas tempat tidur sambil menguap panjang.” Pagi ini entah untuk yang keberapa kalinya shabat-sahabatku mengganggu tidur lelapku, bahkan sambil menggedor dan meneriakkan namaku. Sambil menatap handpone di sebalh krir tangan ku, dan aku segera bangun merapikan tempat tidur dan melipat selimut. Beehh , bru juga jam setngah lima udah di gangguin gk pengertian banget sich ^_^. Aku mengeluh dalam hati.
Aku beranjak keluar kamar dan mengambil haduk.” Ada apa sich kalian ini pagi- pagi dah gedor-gedor kamar orang berisik tau ?”.... ini kan baru jam setengah lima belum juga ada azan di musolah dah ribut pamali tau. Biasanya juga aku bangun jam empat kok, ini kan gara-gara begadng mangkanya jadi lambat bangun,”kamu juga sich yang sering ganggu kami sekarang gimana rasanya di gangguin kayak gitu mereka pun tertawa dengan rasa kemenangan” heheheheheh iya iya aku dech yang salah. Tumben nhe pada bangun pagi , biasanya juga pada bangun kesiangan “jangan-jangan kaliannnnn.......?????”. jangan-jangan apa wahh pikiran yang negatif nhe yha kyak gini. Hehehe udah-udah dhe lebih baik kita pada mandi aja dari pada ribut yang gak jelas kata kk ida dengan tersenyum manja. “Iya deh,” Ujarku cepat sambil melingkarkan handuk ke leherku.

Beberapa menit sehabis mandi made pun manggil aku....
“cha-cha,” mereka mulai iseng mengetuk pintu dan menggedor-gedor kamarku lagi. “Belum selesai juga cha kamu dandanya lama banget sich kayak mau pergi kondangan aja? Cepet ya cha Jangan lama-lama dandannya, ntar kita telat ke sekolahnya” dewi pun menepuk pundakku. “Kayaknya aku ngga enak badan deh wi, kamu belum makan sich ujar dewi dan made, kalo aku masak ntar telat,” Ujarku sambil meringis. “Ya kamu sich tadi dadanya lama banget kyak mau show aja”.”ujar dewi dan made sambil mukanya di tekuk.
Lebih baik kamu makan dulu biar aku yang masakin,aku pun tersenyum malu “makasih ya sahabat qhu yang paling baik dan pengertian aku pun mencium pipinya sambil berlari kecil.”
Aku bersorak dalam hati ketika melihat dewi dan made keluar kamar. Uuh. Masa pagi-pagi aku disuruh masak? Bau bawang ah hehehehhe.
Aku meraih ganggang pintu depan. Dewi lama banget masaknya. Kalau kalian nanti marah aku ngga makan, kan salah kalian semua. Kenapa masaknya lama bener? Aku kan bisa telat.”iihhh nih anak udah di kasih hati minta jantung kata salah satu sahbat ku”.”ya bntar lagi juga masak kok dsar anak kecil gak bisa masak sendiri bisanya nyusahin orang terus”, ya udah kalo marah terus aku biar gak makan ;-p. Udh jangan brtngkar terus kata salah seorang teman ku. Akhirnya kami pun makan bersama.
Setelah makan ...... Aku meraih sepatu di rak dan menutup pintu kamar dengan perlahan. Setengah berlari aku menuju pertigaan dan berjalan menyusuri aspura.
Tak seperti biasanya hari ini sekolahan sepi. Yang ada hanya aku dan tiga orang cewek SMA yang lagi ketawa-ketiwi nggak jelas. Acuh tak acuh aku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan mendengarkan musik dari headset,dari pada aku ikutan gila ketawa ketiwi nggak jelas.
Lima belas menit perjalanan dari rumah kulalui sambil berdendang pelan mengikuti suara penyanyi favoritku. Aah, rasanya perut ku lapar lagi karena tadi hanya makan sedikit nasi dan rasa lapar itu sedikit menggangguku. Tapi, begitu melihat teman-temanku yang berkumpul di kantin, rasa lapar itu bukan lagi sebuah masalah.

“cha-cha,” Sebuah suara memanggilku. Sambil mengikatkan lengan jaket ke pinggangku, aku menoleh. “Hei,” Jawabku sambil tersenyum. gambung berlari menghampiriku sambil membetulkan letak dasinya.
“Ngelamun aja loe. Makan yuk!” Katanya sambil menepuk pundakku. “Malas banget, entar lagi kan Mr. suju mau masuk kelas, ogah gue disuruh hormat bendera panas-panas gini.”
“Hush!” Ujar gambung sambil terkikik mendengarku memangil Pak sumarjono dengan sebutan Mr. suju. “Enggak kok, beliau nggak masuk hari ini. Katanya sih anak 9-6 kemarin kosong sama dia, ke banjar Baru, seminggu ini.”
“Ouuuh,” Bibirku melengkung membentuk huruf O besar. Kurogoh sakuku untuk memeriksa sisa uangku. Kebiasaan. Kalau mau jajan harus periksa kantong dulu, siapa tau lagi sial kan?
Agak gelagapan aku memeriksa saku rokku, saku bajuku kosong-melompong. Sambil menarik saku rok keluar aku mecoba mengingat-ingat kembali. Oiyaa, duit buat hari ini kan udah gue jajanin kemaren. Siaal! Mana dompet gue tinggalin di kasur lagi.
Melihat gelagatku yang bengong sambil memegang saku, gambung langsung terkikik. ”Cie, ngga bawa duit nih! Entar-entar aja deh makannya,” gambung langsung membetulkan seragamnya dan mulai melangkah.
“Woii, traktir gue dong! Sekaliii aja! Laper nih, belum makan dari pagiii ujar” Mendengar teriakanku yang bergema di sepanjang selasar, gambung langsung ambil langkah seribu.
Dasar!! Pusing. Ternyata begini rasanya ngga makan seharian. Mana pulang masih lama lagi. Aku pun memijit pelan pelipisku dan mencoba meredamnya dengan memakan permen karet yang sudah lewat expired yang aku temuin di dalam tas.                                                                                                       
Hadri yang duduk di sebelahnya acuh tak acuh tetap memandang ke arah papan tulis. Aku  tahu benar, Hadri punya banyak persediaan cokelat dalam tasnya. Tapi mau bagaimana? Gengsi dong minta-minta sama si pelit yang satu ini. aku mencoba menidurkan kepalanya di atas meja sambil mencoret-coret buku didepanya Matanya berat. Ia pengen tidur, bentaaar saja. Perutnya sakit dan dia udah ga tahan lagi. Aku  menelan ludahku mencoba menahan sebentar lagi. Tapi semua sudah keburu gelap dan yang ada di pikiran ku hanya deru nafas yang bergema di dalam kepalaku.
“cha-cha...”
aku pun membuka matanya perlahan. Sosok kecil dan ringkih itu duduk di ujung kasur ruang UKS. Aku  memicingkan kedua matanya. Silau,Sejak kapan made jadi kurus...??
“Halo cha,” dewi dan madde memijit kakiku dan tersenyum lemah. “Yuk makan, nih udah kami bawain nasi dari rumah tadi, kesukaan kamu.”
dewi meraih bantal di kepalaku dan menegakkan kepalaku di atasnya. “Nggak ah wi, perut aku masih perih.” Dewi dan made tersenyum lagi. Tak pernah aku melihat kedua sahabatku sesabar ini sebelumnya.
“Ayo dong cha mau cepet sembuh gak,” dewi dan made mencoba lagi sambil membuka makanan. Aku diam seribu bahasa, kalau sudah begini biasanya mereka bakal cepet ngalah. Tapi perkiraanku salah, mereka berdua tetap mencoba merayuku sambil sesekali mengusap-usap rambutku.
“Nggak ah dewi,” Aku mulai merajuk. Dewi dan made terdiam dan mengambil kotak makana dari atas meja dan menyodorkannya ke arahku. “KENAPA SIH KALIAN BERDUA NGGA BISA DIKASIH TAHU!!?” Aku berteriak dan mendorong lengan dewi dan made. Kotak terlempar.makanan yang mereka buat khusus buat aku berhamburan di lantai. Dewi dan made terdiam dan menatapku kosong. Aku menangis. Pusing yang amat hebat menyerang kepalaku tepat di titik didihnya.
“cha-cha...”
Aku membuka mata. “Iya de, aku ngga mau makan.”
Bisik-bisik terdengar, cahaya matahari yang masuk dari sela-sela gorden membuatku sulit melihat. “Emmm ini gue Nda,” Itu suara gambung. Sesaat aku langsung terjaga dan melihat seluruh murid di kelas lagi duduk bersila di lantai atau duduk di sekitar kasurku. “Mana dewi  n made gue bung? Gue pengen pulang, bilangin dong. Gue pengen minta maaf, gue ga maksud buat ngelemparin makanan tadi.” gambung tercengang dan menatap teman-temanku.
Bu gress yang duduk di sudut ujung kanan kasurku menatapku tajam dengan mata dan hidung yang memerah.Sapu tangan yang digenggamnya basah kuyup entah terkena air apa.
“makanan apa cha?” gambung mulai terisak. Matanya berkaca-kaca.
“Ya makanan lah bung. Eh tapi kok kasurnya udah bersih sih? Kan tadi makananya jatuh di sini,” Aku mengelus-ngelus kasur dan merapatkan selimut ke seluruh badanku. Segan dipadangi dengan berbagai ekspresi oleh teman-temanku.

gambung terisak lagi dan tiba-tiba Bu gress menangis. “Oke, sebenernya ada apa sih?” UKS yang sedari tadi bising langsung hening. Seluruh mata tertuju padaku dan tiba-tiba sebuah suara memenuhi telingaku.
“made mengalami kecelakaan saat hendak menjengukmu ke sini, Nak. Ia tertabrak mobil di depan warung Mang Adi setelah membelikan bubur untukmu. Keadaannya kritis, cha. Ia gegar otak parah dan kehabisan darah. Maaf cha, keadaan sudah enggak memihak sama kita,” Di sudut pintu UKS dewi memandangku dengan tangan bergetar. Jelas sekali sisa-sisa air mata di pipinya. Sebelumnya aku tak pernah melihat dewi  menangis.“Maaf cha,gue bisa jagain sahabat kita made dengan baik.”  gambung memelukku. Bu gress menangis lagi dan beberapa siswa mulai menenangkannya.dewi mendekatiku dan mengulurkan tangannya padaku. “Dewwiii...”

Dalam dekapan Dewi seluruh tubuhku menggigil. Lututku bergetar. Oksigen, aku butuh oksigen. Aku butuh udara. Sandiwara ini terlalu berat untukku. Aku tak bisa menjalani peran yang seperti ini.
“...cha-cha ingin bilang maaf sama kalian semua termasuk made saat ini juga, wiii. Aku pengen denger Made bilang aku ini anak manja, dewwii.” Haru yang kudengar. Kepalaku tersentak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Aku hanya ingin tidur lagi. Bangun, dan semua hanya akan menjadi sebuah mimpi buruk.

“SEKIAN”

No comments

Rabu, 27 November 2013

Kirim Karya Kamu di Kerajaan Hidup Setiap Insan


 
Disini kalian  dapat mengirimkan karya. Jika karya kalian ingin dipublikasikan, maka isilah formulir dibawah ini. Untuk pengiriman cerbung silahkan isi konten cerpen. karena banyak pembaca yang kurang menyukai kisah yang masih menggantung atau bersambung. Mohon maaf untuk karya bloger yang belum kami publikasikan. setiap hari akan ada ribuan pengunjung yang akan membaca karya kalian, jadi kalian dapat sharing satu dengan yang lainnya maupun dengan admin blog ini. :) semoga bermanfaat untuk blogger sekalian.
Ruang Publikasi

Ruang Publikasi

No comments

Sabtu, 23 November 2013

Menkominfo Protes Keras atas Penyadapan oleh Australia

Menkominfo Tifatul Sembiring melontarkan pernyataan keras terkait dengan aksi penyadapan yang dilakukan Australia.

"Sikap pemerintah Indonesia sudah tegas. Pemanggilan Dubes RI untuk Australia dalam bahasa diplomatiknya adalah protes yang sangat keras," ujarnya kepada wartawan dalam konferensi pers soal penyadapan, Kamis (21/11).

Tifatul mengakui intensitas hubungan dengan Australia tengah memanas dan diwarnai ketegangan tinggi.

"Saya heran, kedua negara padahal tak ada konflik, apalagi perang. Tapi kenapa kok Australia sampai menyadap kita? Apakah mereka memang sangat ingin ikut campur urusan dalam negeri Indonesia, ataukah Australia iri hati pada Indonesia? Ini yang perlu dijelaskan mereka," katanya.

Menkominfo mengungkapkan penyadapan bukan hanya menimpa Indonesia, tapi juga negara besar seperti Prancis dan Jerman, dan mereka akan membawa kasus penyadapan ini ke PBB.

Tifatul mengungkapkan tidak menutup kemungkinan operator Indonesia atau oknum pegawainya ikut terlibat dalam rangkaian penyadapan ini meski semua operator sudah memberikan klarifikasinya.

"Tentunya memang ada celah lain di luar pengawasan operator. Bisa diintersepsi antara BTS dan ponsel, atau antara BTS dan BTS atau BTS dan satelit," katanya.

Direktur Jaringan Telkomsel Abdus Somad Arif mengatakan selama ini semua proses standar yang berlaku untuk operator sudah dilakukan dengan baik.

"Apakah ada penyusup, kita akan melihat lagi ke dalam, secara prosedural tidak boleh," ujarnya. (2013)
No comments

Australia Menilai Indonesia Berlebihan dalam Menanggapi Kasus Penyadapan

Semua mata memandang sesosok wartawan perempuan yang berdiri? di pojok depan. Ya, dia adalah wartawan dari The Australian yang ikut serta dalam konferensi pers soal penyadapan oleh Australia.

Dia mempertanyakan mengenai sikap Indonesia yang dinilainya terlalu berlebihan terhadap aksi penyadapan oleh Australia.

"Sebenarnya penyadapan antarnegara adalah biasa, sedangkan yang tidak biasa manakala hal itu ketahuan. Mengapa sikap Indonesia sangat berlebihan dengan hal ini?" tanya jurnalis yang enggan menyebutkan namanya itu kepada Menkominfo Tifatul Sembiring pada konferensi pers mengenai penyadapan, Kamis (21/11).

Hal tersebut dijawab Menkominfo Tifatul Sembiring? bahwa sikap Indonesia wajar, dan tidak berlebihan. Sebagai tetangga dekat dan bersahabat, tambahnya, sulit diterima akal sehat bila ternyata Australia menyadap pejabat Indonesia.

Tanggapan keras, kata Tifatul, juga disampaikan Presiden Prancis dan Kanselir Jerman Angela Merkel. "Indonesia hanya merasa heran kenapa tidak ada perang atau konflik kok pakai disadap," katanya.

Namun, Tifatul mengakui terkadang birokrat dan pejabat sering tidak sengaja menyampaikan hal-hal yang sifatnya sebenarnya rahasia di forum-forum internasional, dan itu akan diperbaiki segera.
No comments

Di Balik Penyadapan Australia Terhadap Indonesia

Merdeka.com - Komunikasi Indonesia selama ini disadap Singapore Telecom (SingTel), operator telekomunikasi milik pemerintah Singapura. Singtel yang memiliki 35 persen saham di Telkomsel ini disebut oleh Edward Snowden, intelijen AS yang menjadi whistleblower, memfasilitasi akses bagi badan-badan intelijen yang mencakup telepon dan lalu lintas internet.

Demikian informasi yang disampaikan Sydney Morning Herald, Jumat (22/11). Media Australia itu menyebutkan, apa yang dilakukan SingTel adalah bagian dari kemitraan antara badan-badan intelijen negara, yang meluas ke rekan Inggris dan Amerika, untuk memanfaatkan kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan Asia, Timur Tengah dan Eropa (SEA-ME-WE).

SEA-ME-WE-3 merupakan kabel serat optik telekomunikasi bawah laut yang selesai pada tahun 2000 dengan panjang 39.000 km.

Menurut SMH yang dikutip juga dari IndoICT, berdasarkan data dari intelijen Australia didapat informasi bahwa Singapura bekerja sama dalam mengakses dan berbagi komunikasi yang dibawa oleh kabel SEA-ME-WE-3 kabel. Badan nasional Australia juga mengakses lalu lintas kabel SEA-ME-WE-3 yang mendarat di Perth.

Dengan kabel yang melintasi Asia Tenggara, Timur Tengah dan Eropa Barat, maka hampir semua negara yang dilintasi dalam posisi tidak aman. Pasalnya, selain Singapura dan Australia, Inggris dan Amerika pun mendapat informasi penting hasil penyadapan. Praktik ini disebut-sebut sudah berjalan hingga 15 tahunan.

Program penyadapan yang dilakukan untuk memanen data dari email, pesan instan (instan messaging), telepon password dan sebagainya, yang dilakukan dari lalu lintas data melalui kabel serat optik bawah laut diketahui berkode sandi TEMPORA. TEMPORA merupakan program intersepsi yang dimotori Inggris melalui Government Communications Headquarters (GCHQ).

Selain itu, kabar mengejutkan mengenai penyadapan yang terjadi di Indonesia juga disampaikan harian The Australian. Media ini menuliskan bahwa pemerintah Australia juga menyadap satelit Palapa milik Indonesia. Pihak yang diduga menyadap adalah Australian Signals Directorate (ASD), salah satu direktorat di Kementerian Pertahanan Australia yang bertanggung jawab atas signals intelligence (SIGNIT).

Informasi mengenai penyadapan satelit ini diungkap Des Ball, professor dari Australian National University's Strategic and Defence Studies Centre. Dalam artikel itu, Satelit Palapa disebut-sebut sebagai sasaran kunci penyadapan yang dilakukan Australia.

Sebelum mencuat soal penyadapan satelit Palapa, surat kabar Australia Sidney Morning Herald pada 29 Oktober 2013 juga mengabarkan adanya penyadapan yang dilakukan pemerintah AS terhadap pemerintah Indonesia. Bahkan bukan hanya Jakarta, AS juga disebut-sebut menyadap semua negara di Asia Tenggara lainnya.
No comments

Sepotong Sejarah di Ujung Roda Sepeda Onthel


Menghunus tombak bambu lain lagi ceritanya jika dikaitkan dengan hari ini. Hari ikrar yang sejati, hari dimana sejarah harus terjadi. Masih saja aku ambil buku catatan kumuh yang terselip di kantong jas lamaku. Sesekali aku menulisnya dengan torehan bangga kakekku dengan apa yang telah terjadi, bahwa Hindia Belanda mendunia hebat akan sejarahnya. Tombak bambu bagai nenek moyang bagi nuklir yang disimpan dalam lemari. Tidak dapat disangka kapan tiba hari dimana tombak bambu bisa melejit kembali mematahkan semangat koloni, meremukan harapan penjajah, dan melucuti semua mimpi-mimpi perampas hak.
            Setiap yang tua mengatakan bahwa kami hanya selongsong senapan yang kosong. Sembunyi dibalik tampang sangar dan dibalut dengan kain abu-abu putih. Aromanya tidak semenyengat keringat Mada, syairnya tidak mampu menggetarkan pasukan Utomo diperbatasan. Abu-abu putih dengan jiwa hampa, emosi tingkat dewa, pencoreng sejarah yang wajib diremehkan. Pertempuran sudah usai, kini hanya ada dewasa yang korup yang begitu paham pada kolusi dan juga nepotisme. Sambil melontarkan senyuman licik ala veteran, kakekku dan teman-teman sebayanya melintas begitu saja dihadapanku.
            “Budaya apa ini? Apakah ini yang disebut penggempar dunia? Apakah ini sepuluh jiwa pemuda yang disebut-sebut oleh Soekarno?” Ujarku dalam hati memicu pandangku yang habis oleh film budaya, Tawuran Remaja. Peta online yang sejak tadi nyarak juga tidak menunjukkan tempat dimana budaya ini berasal. Dengan nafas yang panjang, aku angkat tatapan mata pada kaki langit, memasang senyuman lebar diparasku, kemudian aku tatap langkah para veteran yang mulai hilang dimakan jarak. Mungkin inilah jawabannya.
***
            “Kita punya sepeda, ini dapat menguntugkan kita karena musuh mungkin tidak akan menyadari bahwa kita akan datang.” Kata Joko kepada teman-temannya.
            “Bedebah! Aku tidak peduli dengan ini semua! Made, Ipan, Pasa, dan juga teman kita yang lain telah direnggut. Bagaimana bisa kau masih memikirkan cara kita untuk maju melucuti mereka sedangkan kita kekurangan orang?” Sahut sahabat Joko sendiri, Ahmad, dengan nada yang tinggi.
            “Betul itu Jok, aku setuju dengan Ahmad, kita hanya akan mengantarkan nyawa kepada para bedil itu.” Sambung Hassan dengan muka merah sambil menuding-nuding. Kebanyakan teman menyatakan pendapat untuk tidak kembali menyerang koloni yang sudah merenggut tanah kelahiran mereka.
            Melihat teman-teman yang sudah meluapkan amarah mereka dengan nada tinggi, membuat pimpinan pasukan kecil ini menunduk dan menghempaskan tubuhnya disebuah kursi hijau. Setelah beberapa saat hening, Joko mengangkat pandangannya melihat wajah teman-temannya yang mulai putus asa serambi berkata, “Apakah begini saja? Apa hanya sampai disini saja semangat kalian? Dimana rasa yang kemarin membakar tekad kalian? Kita memang telah kehilangan segala hal! Kita kehilangan rumah, keluarga, dan saudara. Tapi masih ada yang lebih penting dari ini semua, tugas kita adalah untuk terus maju. Itu cara kita untuk menghormati semua teman kita yang telah gugur.”
           
“Beri aku seribu orang tua, maka aku sanggup memindahkan gunung semeru.
Beri aku sepuluh pemuda, maka aku akan sangggup mengguncang dunia.”
            Ahmad dan teman-teman yang sempat meracu hanya dapat tertegun dengan segala gemetar gejolak hati yang mereka rasakan. Dengan keyakinan yang mantab, akhirnya Joko berhasil menggugah kembali segala semangat teman-teman untuk tetap berjuang atas apa yang seharusnya memang menjadi milik mereka. Siang itu juga, mereka kembali menyusun strategi tempur untuk mengangkat senjata, dengan atau tanpa tombak bambu dan bedil hasil lucutan.
            ***
            “Kau tau? Aku sudah membeli sepeda yang selama ini kau inginkan. Aku akan bergegas untuk kembali bersama teman-teman. Berdo’alah dan semoga tuhan akan memberikan mimpi yang indah malam ini sebelum kami kembali.” Ujar Akbar kepada sebuah kayu penanda akan saksi gugurnya pahlawan yang bertuliskan nama seorang Jong Celebes. Dengan sedikit tertawa dibibirnya, ia kembali berkata, “Sampai nanti, tenanglah di alam sana kakak.”
            Malam nian larut. Setiap mimpi dapat terjadi, bahkan menjadi kebalikannya dalam dunia nyata. Hindia Belanda boleh saja dikuasai, akan tetapi hati, harapan, dan keyakinan setiap pejuang tidak akan pernah koloni miliki. Kecuali pribumi yang dungu dan khianatlah yang akan menjadi pembantu para penjajah berdiri. Meski bukan secara fisik atau mental, melainkan hati dan juga perasaan mereka telah koyak dan nyaris tidak memiliki harga. Setidaknya itulah yang Joko yakini selama ini, sehingga membuatnya masih tetap bertahan untuk berjuang bersama teman-teman seperjuangannya.
            Dalam air mata pengorbanan yang menitik disetiap tetesnya, dari isak histeris yang mengusik telingan disetiap akhir pertempuran. Menggenggam tombak bambu atau bedil adalah keharusan yang menjadi kewajiban para pahlawan yang haus akan kebebasan. Meski harus menangis darah, meski harus kehilangan nyawa, meski harus bertempur gontai nan menjerit hebat, tapi keyakinan tidak akan pernah padam. Bebas berawal dari mimpi, keberhasilan berawal dari tekad dan juga do’a. Suara tembak menggelegar seantero menyisakan perih dipuing-puing perjuangan para pahlawan. Jerit histeris tidak jarang mewarnai darah yang terciprat dihamparan lapang gersang pertempuran.
            “Setengah jalan lagi kita akan merebut kembali tanah kita Jok.” Ujar Ahmad kepada joko dengan nafas sengal.
            “Belum Mad, perjuangan kita masih lumayan jauh.” Kata Joko menggenggam bedil erat dengan nafas sengal pula. Kedua sahabat ini malah tertawa terbahak-bahak kemudian memulai kembali aksi mereka sampai perbatasan.
            Sementara perang masih hebatnya, hujan mengguyur perbatasan. Kilat sesekali menampakan sekilas pemandangan pertempuran dahsyat yang tengah terjadi. Suara guntur menggelegar, menutupi lantunan pekik jeritan nyawa serta bedil yang ramai bersorak. Hujan membasuh semua darah yang sudah tumpah. Hingga airnya tidak lagi bening ataupun coklat karena tanah. Melain merah segar darah yang mulai menganak sungai membanjiri medan pertempuran.
            “Awas ranjau! Ambil sebagian jong untuk mengkepung benteng barat musuh! Sisanya memberikan tembakan perlindungan!” Perintah salah seorang pimpinan jong kepada teman yang ada disampingnya.
            “Joko! Hassan Jok! Hassan tersambar ranjau!” Teriak seorang Jong Batak memecah gerilya Joko bersama bedilnya. Ia pandang sekeliling di dalam gelap pecah malam. Cahaya dari kilat mengarahkan matanya disebelah timur. Sosok pahlawan yang meronta kesakitan lalu membeku tidak berkutik pada bekas amukan ranjau. Tubuhnya gemetar, bedil yang ia pegang tidak lagi bersarang pada kedua tangannya, matanya terbelalak berkaca-kaca, ia coba mengakat kakinya berlari menuju sosok tersebut tanpa menghiraukan timah yang bergentayang diseluruh penjuru.
            “Hassan!” Teriak Joko merenggut baju lengan sahabatnya. Ia tarik tubuh lebam itu dengan segala mampu kedalam gerumun jong bersenjata. Segala isak menjadi padu dengan intonasi cetar membahana badai dalam ratusan letupan peluru. Selagi hatinya masih sekarat, ricuh suara gentar juga mengelilingi kepala Joko.
            “Kita harus ambil langkah cepat Jok! Atrisi tidak akan bisa berhasil! Kita kekurangan orang!” Tegas Ahmad kepada Joko.
Joko bingung tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Ia mulai kalut. Keringat bercampur aduk dengan darah dan juga hujan yang menyirami tubuhnya. Fikirannya hampir lumpuh, dalam benaknya hanya tersirat “maju atau mundur?”
“Apa yang harus kita lakukan?” Tanya Joko memulai kekhawatirannya. Setelah beberapa saat gencatan mereka terhenti dibawah rintik hujan, kekacauan hati menjadi pemicu rusaknya semangat para pahlawan. Hujan tidak hanya membekukan malam, tapi hati dan fikiran ikut dibekukan. Akan tetapi hujan pula yang membuat harapan mereka bersinar, hujan yang membuat langkah mereka hangat untuk mendekati sebuah kebebasan, kemerdekaan.
“Kami menunggu perintahmu Jok! Perintahmu.” Ujar Ahmad lirih memegang pundak sahabatnya erat. “Mancit satu, gada seratus. Pada akhirnya mereka akan menyerah juga.” Sambung Ahmad memasang senyum licik.
“Benar, ini lah tujuan kita sebenarnya Jok. Bukankah ini yang menjadi tujuanmu dan kita semua? Hassan akan bangga dan damai jika kita terus maju. Teman-teman kita yang telah gugur berjuang untuk hal yang sudah kita yakini pasti juga akan bangga. Kami semua ada dibelakangmu Jok.” Kata seorang pimpinan jong meyakinkan kembali seorang Joko, Pimpinan pasukan.
“Kalian semua memang hebat. Baiklah, mari kita tunjukan kepada mereka dengan siapa mereka berhadapan.” Ucap Joko mengangkat kembali bedilnya. “Kau adalah yang terhebat temanku, Hassan. Suratmu pasti akan aku  sampaikan kepada istrimu nanti.” Ujarnya menggenggam keras tangan dingin Hassan, sedang tangan lainnya menggenggam surat yang Hassan berikan sebelum berangkat ke medan pertempuran.
“Tarik sebagian jong ke depan garis perbatasan! Jangan sampai terpencar satu dengan yang lain! Ahmad, kau ambil setengah pasukan untuk memberikan perlawanan perlindungan! Sedangkan yang lain ikut bersamaku! Kita rebut benteng musuh sebelah barat! Laksanakan!”
“Siap!” Jawab serentak semua anggota pasukan.
Pertempuran kembali marak di perbatasan. Semangat serta keyakinan melahap habis sisa takut dan ketidak-pastian. Perlahan pasukan Joko mulai mendada para koloni hingga meninggalkan benteng barat. Musuh yang kalah strategi dan kekuatan, akhirnya menarik mundur pasukan mereka menjauhi perbatasan.
“Hindia Belanda akan hangus! Indonesia adalah kita sekarang! Kita adalah pemuda yang siap merenggut mimpi akan kemerdekaan! Ini adalah harga mati yang tidak bisa ditoleransi! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!” Begitulah Joko berseru dihadapan para pasukan Indonesia yang tengah bersorak-sorak. Hujan dan malam menjadi saksi akan kekuatan dahsyat pemuda Indonesia. Bukan lagi tentang Hindia Belanda. Hatta dan kawan – kawan telah mengajarkan pada mereka bagaimana bangsa ini terbentuk. Setiap pidato yang membakar jiwa akan dapat menjadi sepotong kata pelejit kebebasan dalam arti kemerdekaan. Sekian banyak suku yang terdapat di Indonesia, berbeda adat, berbeda keyakinan, serta berbeda bahasa, tetapi malam itu menjadi satu, dengan satu tujuan dan segala mimpi yang sama, serta dengan membawa sejuta harapan dalam satu cengkraman, “Bhineka Tunggal Ika”.
“Mas sebaiknya jangan bersorak dulu.” Tiba-tiba salah seorang Jong Java berbisik kepada Joko seraya membalikkan diri menatap kearah seorang tua tidak bernyawa. Disampingnya seorang gadis kecil memeluk dada si bapak tua yang bersimpah darah sambil menangis isak tanpa henti.
“Bapak, Jangan Tinggalin ndo’ sendirian! Bapak, bangun pak!” begitulah yang keluar dari mulut gadis mungil itu. Matanya tak berhenti mengucurkan air mata, bajunya nampak kumal, rambutnya yang tergerai juga terlihat kucal dan basah. Joko menatap gadis itu dalam, seraya mendekatinya dalam bisu semua orang yang berada disekelilingnya. Dengan gemetarnya, Joko memegang kedua lengan gadis mungil tersebut, tatapan matanya menusuk mata Joko dalam, dengan cekatannya gadis itu berbalik dan merangkul Joko erat sambil terus menangis.
Ini adalah titik balik dari segalanya. Hal yang koloni tahu adalah bahwa Pemuda Indonesia yang tadinya Hindia Belanda merupakan kekuatan yang besar dan hebat. Inilah yang membuat Para penjajah butuh waktu tiga setengah abad  untuk dapat mencerai berai Nusantara, akan tetapi dalam waktu sekejap para pemuda dapat kembali bersatu dalam kekuatan yang maha dahsyat untuk dapat melumpuhkan tangan bersenjata api para koloni.
Pasukan muda kembali menyerbu benteng koloni disisi sebelah selatan. Joko dan para pejuang yang lainnya kembali mengayuh sepeda mereka menyusuri jalan setapak menuju mimpi terlarang, mengkoyak para koloni di benteng sebelah selatan.
“Proklamasi, kami Bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia, hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan,” gema kemerdekaan mulai menyusup diantara telinga para garuda. Selagi Pasukan muda bertempur hebat, tanah air juga semakin gempar akan seruan kemerdekaan yang menjerit dimana-mana.
Koloni dihempas mundur perlahan dari tanah air, meski perjuangan tidak lepas dari pengkhianatan yang muncul dari dalam, namun para pejuang Indonesia masih berseru mengangkat tombak bambu dan bedil tinggi-tinggi.
Kongres Pemuda II kembali dijadikan tumpuan semangat jiwa muda yang membara. Secara bersamaan diseluruh nusantara menyerukan Ikrar yang sempat padam, pernyataan yang sempat kosong, janji yang sempat ingkar. Merah putih kembali dikibar pada kaki angkasa raya. Seantero dunia mulai tercengang menyaksikan garuda melintasi langit tepat diatas mata mereka dengan membawa kain merah putih berukirkan semboyan sejati Indonesia.
Para petinggi penjajah hanya bisa bungkam. Sedangkan Soekarno mulai membuat kota geger dengan lantunan Proklamasi  yang ia bacakan. Seluruh saluran Radio membacakannya dengan lantang, tiga menit sekali pada semua saluran yang diganti akan tetap memutarkan detik-detik presiden pertama Indonesia melantunkan proklamasi.
Ini adalah lantunan dalam intonasi terindah yang pernah hadir untuk pertama kalinya pada telinga para pejuang dan semua penghuni tanah air. Koloni tidak pernah menyukai lagu kebangsaan Indonesia, setiap orang yang menyanyikannya akan berujung pada kematian atau hukuman berat. Tapi kali ini Lagu Indonesia Raya akan benar-benar menjebol dinding telinga mereka, sampai menusuk jantung mereka, hingga menembus sanubari koloni yang nyalinya akan berujung menciut. Kini mereka sadar sedang berhadapan dengan siapa. Inilah kekuatan yang dibesar-besarkan oleh Soekarno.
Tiga hari lamanya Joko dan pasukan mudanya bergerilya gencat senjata dibantu oleh penduduk lokal. Sampai pada fajar yang kembali mulai menyingsing, saat itulah kehidupan baru muncul. Suasana nampak lengang, hanya ada tampak para pejuang yang mulai membenahi tempat dan melakukan penguburan. Sosok api yang membakar beberapa post dan jemari mewarnai bekas lintas peristiwa pertempuran dahsyat tersebut. Penjajah telah ditampar mundur keluar kota.
“Kau tahu Jok? Ini adalah akhir yang menyenangkan bukan?” Ujar Ahmad tersenyum licik. Padahal kakinya sudah raib satu sisi karena ranjau. Sedangkan Joko hanya terdiam tak bergeming sepatah katapun.
“Joko, sepertinya kau lupa akan satu hal yang sudah Hassan pesan. Apa kau masih memegang surat itu?” Lanjut Ahmad bertanya kepada Joko yang masih tetap diam tidak berkata apa-apa.
“Joko? Kenapa kau tidak menjawab? Apakah kau tertidur? Baiklah, ini mungkin sudah usai, jadi kau bisa tidur sekarang.” Ujarnya meledek Joko menepuk dada sahabatnya yang terbaring bermandi darah disampingnya.
“Rasanya aku juga ingin tidur. Biarkan saja surat dari Hassan, Jok. Nanti juga akan ada yang mengambilnya darimu. Beberapa hari saat kita melaksanakan salat malam, aku tau hanya satu permintaan yang menjadi keinginanmu. Itu juga menjadi permintaanku, Jok. Bisa kau katakan apa yang kamu inginkan, Jok? Apakah seperti ini yang ada dalam otakmu? Semua sudah tercapai, bahkan sekarang aku tidak bisa rasakan kakiku. Kita memang bukan yang akan dikenang Jok, seharusnya kau dengarkan perkataanku saat itu.” Ucap Ahmad panjang lebar.
“Lihatlah! Mereka menaikan bendera merah putih dipuncak tiang.” Sambungnya dengan mata sayu yang berkaca-kaca dengan mata nanar memandang bendera merah putih yang dikibarkan tepat didepan tubuh mereka berdua. Lagu Indonesia Raya kembali dikumandangkan dengan lantang. Bersambut hujan sebagai pertandak baik, bahwa tanah air saat itu bersaksi serta ikut bersedih atas gugurnya para pahlawan yang dengan segenap jiwa raga mempertahankan dan membela tanah air hingga detik-detik terakhir, hingga hembus nafas terakhir, sampai titik darah penghabisan, dan sampai memasang senyuman licik untuk terakhir kali pula.
Joko adalah pemimpin pasukan yang disegani banyak orang. Ahmad adalah pimpinan salah satu jong yag hebat pula, dan itu akan tetap membekas dihati sebagian orang yang mengenalnya. Semua pahlawan yang telah gugur adalah dasar pondasi yang kokoh akan kisah kekuatan bangsa Indonesia.
Mereka bagai tombak bambu dengan hiasan nuklir disetiap pahatannya. Mereka adalah jiwa hebat yang haus akan kebebasan. Tidak, mereka bukan haus akan kebebasan. Tetapi, mereka adalah laksana embun penyejuk dalam kehausan semua rakyat Indonesia yang rindu akan kemerdekaan. Meninggalkan keluarga dan apa yang dicinta hanya untuk membayar kemerdekaan dengan perjuangan yang meski mereka tahu akan berujung pada kematian. Inilah alasan para pahlawan untuk tetap hidup. Mereka memiliki keyakinan yang sama, dengan tujuan dan harapan yang sama. Orang bilang, “hidup itu berawal dari mimpi”, tapi bukan berarti harus tidur seharian untuk mendapatkan mimpi yang baik dan pasti. Ini pengertian “mimpi” yang lain. Ini adalah tentang mimpi orang-orang yang didalam dirinya memiliki sejuta keberanian untuk mewujudkannya.
***
Sungguh aku bangga akan kisah sejarah yang kakekku ceritakan. Hingga tidak pernah segan ataupun bosan untuk tetap bersikukuh pada semua catatan milik kakekku, termasuk buku kecil lusuh yang menjadi pedomanku.
Seperti Soekarno, beberapa tahun yang lalu aku juga masih sangat suka menunggangi sepedaku, bahkan sampai detik ini. Tapi sekarang aku akan hanya memiliki sedikit kesempatan saja  untuk dapat menunggangi sepeda antikku. Sepeda onthel antik buatan inggris memaksa keinginanku untuk membuatku merogoh gocek sebanyak tiga juta rupiah. Sepeda onthel antik itu aku beli dari salah satu temanku yang berada di Universitas Indonesia, dulu sekali, dan menjadi kebangganku sampai saat ini.
Aku suka sekali menaiki sepeda onthel. Hampir sepuluh tahun terakhir, semenjak aku berkerja disebuah instansi pemerintahan, aku selalu berangkat kerja dengan menggunakan sepeda onthel.
“Membuka kenangan, dulu saja Bung Karno juga memakai sepeda onthel.” Ujarku kepada teman-teman yang sering bertanya mengapa aku lebih suka memakai sepeda onthel ketimbang alat transportasi modern yang lainnya. Aku juga sering berkeliling mengitari daerah Pancoran menggunakan sepedaku dengan berpakaian unik, pakaian ala Bung Karno. Semua ini sering aku lakukan agar masyarakat tetap selalu ingat akan sejarah. Dengan begitu mungkin aku bisa menyemangati anak-anak muda bahwa ada perjalanan Indonesia dari benda bersejarah.
Beberapa kali sebulan, setiap kali ada acara “Hari Bebas Mobil” di Jalan Jenderal sudirman, aku juga selalu ikut berpartisipasi dan berkumpul bersama pecinta sepeda onthel lainnya. Tapi sekarang akan sulit bagiku melakukan hal yang sudah menjadi kebiasaanku dulu.
“Sepeda onthel itu ibarat kaca spion. Sebelum kita maju kedepan, lihat dulu kebelakang.” Itulah kutipan salah seorang teman yang membuat aku bangga memakai sepeda onthel.
Masih aku ingat dengan jelas segala hal yang kakek ucapkan kepadaku. Segala pesan yang sudah beliau titipkan untuk semua jong baru dimasa yang akan datang kelak. Setidaknya, cerita tentang semua pahlawannya dapat membuatku mengerti tentang apa itu perjuangan dan pengorbanan. Meski sampai saat ini, jasa mereka hanya ada dibalik layar lebar. tapi semoga saja sepotong kisah pahlawan yang lainnya dapat menggugah hati para tombak-tombak bangsa, pemuda Indonesia.
“Asalamualaikum, kakek. Bagaimana kabar kakek hari ini? Hari ini adalah hari dimana aku memulai perjuanganku kek. Kakek tau? Mungkin sebenarnya kakek salah tentang pemuda Indonesia di zaman sekarang. Walau itu sudah dua puluh tahun yang lalu kakek katakan. Buktinya pemuda itu sekarang berdiri dihadapanmu, kek. Ya, ya, ya, aku tahu, tetap Joko yang paling hebat bukan?” Kataku bermonolog mengambil senyum licikku, sambil ku rasakan hembusan angin yang mulai membelai wajahku lembut.
Tiba-tiba seorang berjas hitam ala bodyguard datang menghampiriku. Aku pandang dalam-dalam tepat dimatanya yang tertutup oleh kaca mata hitam yang lalu berkata, “Bapak Presiden, kita harus kembali ke Istana Merdeka.”
“Baiklah kek, aku pergi dulu. Nanti aku akan kembali membawa tombak bambu yang menjadi mimpimu dimasa sekarang.” Ujarku menabur bunga segar.
“Sejarah seperti roda yang yang ujungnya entah dimana. Yang pasti, sejarah akan terus dan tetap terukir sampai sejarah benar-benar berakhir.” Kataku dalam hati, meninggalkan kakek seorang diri, meninggalkan batu nisan yang bertuliskan nama “Akbar bin Abdullah”.

TAMAT
No comments

Selasa, 20 Agustus 2013

Keajaiban, Usaha, Penyelesaian, dan Menang

Hello, sahabat blogger, kali ini saya tidak akan berbagi tentang info edukasi atau cerpen maupun puisi. Tapi saya ingin berbagi kisah tentang perasaan yang saya alami sebelum ini update.
  Selama 18 tahun ini saya sudah mengalami banyak sekali berbagai macam hal. Banyak yang saya ingat maupun terlupakan. Kenangan yang begitu mengesankan atau paling buruk terkadang menjadi ukiran dalam hati yang paling membekas bukan? Ada baiknya jika kita mengerti satu per satu setiap hal yang kita hadapi, bukan tentang bagaimana kita bersabar atau pun tabah dalam sepanjang perjalanan permasalahan itu sendiri, tapi bagaimana kita menyelesaikannya. Keinginan itu tidak selalu terwujud bersama dengan usaha yang telah kita lakukan ataupun waktu yang kita jalani, akan tetapi keinginan terwujud bersama dengan datangnya sebuah harapan. Keluarga, teman, sahabat, bahkan orang tidak dikenal juga terkadang bisa memberikan hal yang sebelumnya tidak pernah kita kira.
  Anda percaya dengan sebuah keajaiban? Anda percaya memiliki sebuah harapan besar?
Umur saya masih 6 tahun saat itu, saya tidak mengerti bagaimana harus mengendalikan apa yang berkenaan dengan diri saya sendiri. Hanya menjadi seorang anak kecil yang selalu bahagia, terus bermain, dan tidak mengenal apa itu arti lelah, setiap permasalahan yang orang terdekat saya hadapi selalu menjadi bahan mentah dalam gelak tawa dihidup saya.
  Sering terjadi keributan di dalam rumah saat itu. pekik tangis seorang wanita yang saya segani sering terdengar merdu bagaikan alunan musik melodi yang indah tapi perih. semenjak saat itu saya merasa sangat tidak suka dengan suara tangisan. padahal saya sendiri sering menangis. :)
  Saya mulai mengerti bagaimana rasanya ingin berada disuatu tempat di tengah gerumunan orang.
  Waktu saya beranjak duduk dibangku kelas 4 sekolah dasar, saya ingin sekali mengikuti olimpiade SAINS tingkat kecamatan. Dengan wajah berharap saya meminta kepada guru saya untuk bisa mengikuti olimpiade tersebut. Tapi, semua guru yang termasuk ibu saya beserta teman - teman sekelas saya hanya acuh saja. tidak ada seorang yang peduli dengan keinginan saya pada saat itu. Kakak kelas yang mereka katakan lebih memiliki banyak ilmu akhirnya diutus untuk mewakili sekolah kami.
  Meski hanya seorang anak kecil, sepertinya egois saya sudah muncul bersama rasa kecewa karena ternyata kepedulian seseorang sangatlah membuat dampak yang besar.
  Dengan perasaan yang tidak karuan, sedih, kecewa, dan sebuah tangisan kecil mengantarkan langkah saya untuk bolos dari sekolah saat jam istirahat pertama. Bolos saya memiliki tujuan, saya tetap ingin megikuti olimpiade kecil tersebut. Olimpiade dilaksanakan disekolah yang berada didesa seberang. Tetapi diperjalanan saya mulai bingung, bagaimana nanti sesampai disana? Saya akan kemana setelah sampai disana? seorang anak kecil yang baru memulai langkah kecilnya. 
  Jujur saja saya adalah anak yang pemalu. Apalagi dengan wajah yang menangis dengan suara lirih saja membuat saya memilih menunduk disepanjang jalan melewati sebuah pasar. Tiba - tiba entah datangnya darimana, seseorang memanggil nama saya, "Handi?", saya pun menengok mendapati seorang guru dari sekolah dasar seberang yang memang saya kenal tapi tidak cukup baik.
  "Mau kemana kamu, Han?" tanya guru itu sambil menghentikan sepeda motornya.
  "Saya mau mengikuti lomba di seberang, Pak." jawab saya terisak - isak.
  Bla, bla, bla, melalui percakapan singkat akhirnya guru tersebut mengantarkan saya ke sekolah dasar seberang untuk mengikuti olimpiade yang seperti saya rencanakan. Tanpa sepengetahuan siapapun yang berada disekolah termasuk ibu saya. Akhirnya berhasillah saya mengikuti olimpiade SAINS. 
Dengan gaya polos, keinginan yang kuat, pengetahuan seadanya yang saya miliki, akhirnya saya berhasil menjadi juara 1 saat itu.
  "Juara satu untuk mata pelajaran SAINS jatuh atas nama Handi Risma Tricahya!"
Tangis terbayar dengan harga yang lebih. Guru - guru dan teman - teman terheran atas apa yang saya dapat. orang mereka tidak mengikutkan saya, datang sendiri, tidak tahunya malah jadi juara. :) 
  Tiba - tiba kepala sekolah datang memasuki ruangan tempat saya mengikuti olimpiade,nampak wajah heran karena nama saya disebutkan menjadi juara 1. Tidak lain dan tidak bukan, dia adalah ayah saya sendiri. 

Keajaiban akan datang bukan dengan tidak disengaja, ketahuilah bahwa kita sebenarnya bisa menciptakan banyak keajaiban. Bukan bagaimana mereka tahu hasil yang sudah anda dapatkan, akan tetapi bagaimana cara anda membuktikan kepada diri anda sendiri tentang bagaimana anda MENANG.

SEMOGA BERMANFAAT...
No comments

Minggu, 21 Juli 2013

Juventus Selevel dengan Barca dan Madrid

INILAH.COM, Turin - Barcelona dan Real Madrid bisa dikatakan sebagai dua dari beberapa klub tersukses di dunia. Menurut Fernando Llorente, klub anyarnya, Juventus, selevel dengan dua raksasa La Liga tersebut.

Llorente, yang bergabung dengan Juventus musim panas ini, memutuskan hengkang dari Athletic Bilbao untuk mencari tantangan baru. Ia sudah menghabiskan kurang lebih delapan musim di kompetisi La Liga.

Di klub barunya nanti, pemain berkebangsaan Spanyol itu kemungkinan besar akan mendampingi Carlos Tevez di lini depan. Pemain berkebangsaan Argentina itu juga pemain anyar yang direkrut Bianconeri dari Manchester City.

Llorente, yang sudah kenal betul dengan gaya permainan Barcelona dan Madrid, yakin kekuatan Juventus berada satu level dengan mereka.

"Kualitas Juventus tidak buruk jika dibandingkan dengan Barcelona dan Real Madrid. Saya bisa mengatakan Seri A selevel dengan La Liga dan Liga Primer," katanya, seperti dilansir Sportsmole.

"Saya memilih Juventus karena mereka adalah tim besar. Saya yakin bisa lebih berkembang di sini. Semua pesaing kami sudah memperkuat timnya, tapi terlalu dini memprediksi siapa rival kami nanti," ujarnya.

Di Juventus, Llorente akan mengenakan nomor punggung 14. Kerjasamanya bersama Tevez diharapkan bisa membawa Si Nyonya Tua meraih Scudetto ketiga beruntun atau yang ke-30.
No comments